MEDAN - Persoalan uang sayur 542 guru SD dan SMP di Kota Tanjungbalai, hingga saat ini masih belum juga menemui titik terang antara walikota dan Kepala Dinas Pendidikan. Hal ini dinilai kurang tegasnya Walikota Tanjungbalai M. Syahrial dalam mengambil kebijakan yang pro terhadap para guru-guru tersebut, Kamis (21/11/2018).
Hal ini disampaikan Koordinator Gerakan Transparansi Anggaran Rakyat (Getar), Muhammad Arief Tampubolon kepada wartawan. Ia menilai Walikota Tanjung Balai kurang tegas dalam mengambil keputusan.
"Dalam kasus ini (uang sayur guru) seharusnya Walikota Tanjung Balai bijaksana mengambil keputusan, saya khawatir dengan dibiarkannya terus kasus ini akan bisa berdampak negatif terhadap sosial masyarakat di kota Tanjung Balai," ujarnya.
Calon legislatif (Caleg) DPRD Provinsi Sumut nomor urut 7 dari Partai Demokrat ini berharap Walikota Tanjungbalai tegas memenuhi tuntutan para guru yang sudah disampaikan pada dirinya. Sehingga persoalan para guru ini cepat terselesaikan.
"Pengakuan dari beberapa guru yang bertemu dengan saya pada saat sosialisasi di Kota Tanjungbalai, mereka katakan sudah 10 bulan uang sayur yang menjadi hak mereka belum mereka terima dan itu sudah tertulis di dalam buku APBD setiap tahun mereka terima sejak Walikota Sutrisno. Hanya Januari dan Februari yang mereka terima tahun ini. Namun tiba-tiba oleh Dinas Pendidikan dihapuskan. Harusnya tidak dalam anggaran berjalan seperti ini dihapus, jika ingin dihapus Walikota itu bisa dilakukan dari awal tahun dan ada pemberitahuan kepada para guru, sehingga tidak jadi polemik seperti saat ini," terang pria yang aktif menyoroti kasus korupsi di Sumatera Utara ini.
Arief mengatakan, terjadinya tindak pidana korupsi karena tiga hal yaitu penyalahgunaan wewenang, jabatan dan anggaran. Dan jika salah satu dari itu sudah terjadi, berarti sudah ada dugaan korupsi yang dilakukan.
"Tiga poin itu yang menyebabkan terjadinya korupsi di birokrasi pemerintah. Jika hal ini terjadi pada kasus uang sayur 542 guru SD dan SMP di Kota Tanjungbalai, sudah pantas penegak hukum menyelidiki dugaan korupsi yang terjadi di Dinas Pendidikan Kota Tanjung Balai. Setiap guru terima Rp 700 ribu setiap bulan, jika dikali 542 orang dan selama 10 bulan, berapa totalnya," tegasnya.
Arief memastikan tetap konsen mengawasi politik anggaran pemerintahan yang ada di sumutera utara, terutama pemerintahan yang berada di daerah pemilihan (dapil) yaitu Kabupaten Asahan, Batubara dan Tanjungbalai (ABT).
"Selama ini saya hanya bisa mengawasi dari luar sistem (pemerintah) sebagai aktivis jurnalis, doakan saya tetap istiqomah jika terpilih dan duduk sebagai anggota DPRD Sumut, saya akan melakukan pengawasan dari dalam sistem. Agar anggaran (APBD) yang sejatinya menjadi hak rakyat tidak lari dari peraturan dan perundang-undangan," seru Arief.
"Saya juga berharap kepada Walikota Tanjungbalai M. Syarial bisa bijaksana dan tegas mengambil keputusan untuk menyelesaikan persoalan nasib 542 guru SD dan SMP tersebut," tutupnya. (rel/meo)
Hal ini disampaikan Koordinator Gerakan Transparansi Anggaran Rakyat (Getar), Muhammad Arief Tampubolon kepada wartawan. Ia menilai Walikota Tanjung Balai kurang tegas dalam mengambil keputusan.
"Dalam kasus ini (uang sayur guru) seharusnya Walikota Tanjung Balai bijaksana mengambil keputusan, saya khawatir dengan dibiarkannya terus kasus ini akan bisa berdampak negatif terhadap sosial masyarakat di kota Tanjung Balai," ujarnya.
Calon legislatif (Caleg) DPRD Provinsi Sumut nomor urut 7 dari Partai Demokrat ini berharap Walikota Tanjungbalai tegas memenuhi tuntutan para guru yang sudah disampaikan pada dirinya. Sehingga persoalan para guru ini cepat terselesaikan.
"Pengakuan dari beberapa guru yang bertemu dengan saya pada saat sosialisasi di Kota Tanjungbalai, mereka katakan sudah 10 bulan uang sayur yang menjadi hak mereka belum mereka terima dan itu sudah tertulis di dalam buku APBD setiap tahun mereka terima sejak Walikota Sutrisno. Hanya Januari dan Februari yang mereka terima tahun ini. Namun tiba-tiba oleh Dinas Pendidikan dihapuskan. Harusnya tidak dalam anggaran berjalan seperti ini dihapus, jika ingin dihapus Walikota itu bisa dilakukan dari awal tahun dan ada pemberitahuan kepada para guru, sehingga tidak jadi polemik seperti saat ini," terang pria yang aktif menyoroti kasus korupsi di Sumatera Utara ini.
Arief mengatakan, terjadinya tindak pidana korupsi karena tiga hal yaitu penyalahgunaan wewenang, jabatan dan anggaran. Dan jika salah satu dari itu sudah terjadi, berarti sudah ada dugaan korupsi yang dilakukan.
"Tiga poin itu yang menyebabkan terjadinya korupsi di birokrasi pemerintah. Jika hal ini terjadi pada kasus uang sayur 542 guru SD dan SMP di Kota Tanjungbalai, sudah pantas penegak hukum menyelidiki dugaan korupsi yang terjadi di Dinas Pendidikan Kota Tanjung Balai. Setiap guru terima Rp 700 ribu setiap bulan, jika dikali 542 orang dan selama 10 bulan, berapa totalnya," tegasnya.
Arief memastikan tetap konsen mengawasi politik anggaran pemerintahan yang ada di sumutera utara, terutama pemerintahan yang berada di daerah pemilihan (dapil) yaitu Kabupaten Asahan, Batubara dan Tanjungbalai (ABT).
"Selama ini saya hanya bisa mengawasi dari luar sistem (pemerintah) sebagai aktivis jurnalis, doakan saya tetap istiqomah jika terpilih dan duduk sebagai anggota DPRD Sumut, saya akan melakukan pengawasan dari dalam sistem. Agar anggaran (APBD) yang sejatinya menjadi hak rakyat tidak lari dari peraturan dan perundang-undangan," seru Arief.
"Saya juga berharap kepada Walikota Tanjungbalai M. Syarial bisa bijaksana dan tegas mengambil keputusan untuk menyelesaikan persoalan nasib 542 guru SD dan SMP tersebut," tutupnya. (rel/meo)