Medan,DP News
Pemilu 2019 menjadi yang
pertama diselenggarakan secara serentak di Indonesia. Kompleksitas, tantangan
dan godaan yang dihadapi selama menyelenggarakan pesta demokrasi lima tahunan
di 2019 ini disebut tidaklah kecil.
Berangkat dari hal tersebut,
menjaga integritas dan profesionalisme dalam bekerja, Komisi Pemilihan Umum
(KPU) saat ini telah membuat pengawasan internal dalam penyelenggaraan Pemilu
2019. Tugas KPU RI mengawasi KPU Provinsi, kemudian KPU Provinsi mengawasi KPU
Kabupaten/Kota, kemudian KPU Kabupaten/Kota mengawasi PPK, PPS dan KPPS. Hal
ini untuk optimalkan pelaksanaan tugas penyelenggara pemilu.
Pengawasan internal dilakukan
dengan cara monitoring dan supervisi ke lapangan serta berdasarkan laporan
masyarakat. Ketika ditemukan adanya pelanggaran kode perilaku, pakta integritas
dan sumpah janji, harus segera ditindaklanjuti. Pengawasan pelanggaran ini bisa
dengan sanksi peringatan untuk pembinaan, hingga bisa juga diteruskan ke DKPP.
“Saat ini Peraturan KPU
tentang Tata Kerja yang diharmonisasi tersebut masih dalam proses pengundangan
di Kemenkumham. Banyak hal yang diatur dalam Peraturan KPU tersebut, salah satu
yang dibuat oleh KPU adalah kode perilaku, apa saja yang tidak boleh dilakukan
oleh anggota KPU sebagai penyelenggara Pemilu,” tutur Komisioner KPU RI
Evi Novida Ginting Manik saat memberikan pengarahan dalam Orientasi Tugas bagi
Anggota KPU Kabupaten/Kota periode 2019-2024, di Jakarta Jumat (8/3).
Di hadapan 150 anggota dan
sekretaris KPU dari 30 kabupaten/kota, Evi juga menjelaskan, kode perilaku
tersebut melarang praktek korupsi, kolusi dan nepotisme. Tidak diperbolehkan
ada gratifikasi, penggunaan uang negara, menggunakan fasilitas negara, dan
pengutipan pembentukan PPK.
Penting juga dilakukan
monitoring pembentukan KPPS oleh PPS, jangan sampai ada pengutipan uang dan
tidak mengangkat orang yang menimbulkan keraguan. Jika terbukti kader partai
dan tertera dalam Sipol, tidak perlu dipilih sebagai anggota KPPS.
“Jika ada kesengajaan
pembiaran pelanggaran dilakukan, itu hukuman etiknya sama dengan pelanggaran
tersebut. Jika ada yang memberikan uang, harus ditolak, jika tidak dapat
ditolak, serahkan kepada institusi yang menangani korupsi di Indonesia. Anggota
KPU juga tidak diperbolehkan lagi menerima honor apapun termasuk narasumber
dari peserta pemilu. Permintaan narasumber harus dengan surat resmi dan
diputuskan dalam rapat pleno,” ujar Evi yang sebelumnya juga menjabat Anggota
KPU Provinsi Sumatera Utara.
Anggota KPU juga tidak
diperbolehkan menghadiri kegiatan yang menimbulkan kesan tidak netral oleh
publik, tambah Evi. Anggota KPU juga tidak diperbolehkan lagi menjadi dosen,
staf pengajar, dan pengurus organisasi kemasyarakatan berbadan hukum, karena
setelah dilantik menjadi anggota KPU maka hanya satu peran yaitu hanya sebagai
penyelenggara pemilu dan apapun yang dilakukan akan selalu dimonitor oleh
masyarakat. (Rd/hupmas kpu arf/foto arf/ed diR)