Jakarta,DP News
Kesuksesan penyelenggaraan
pemilu, bukan hanya suksesnya Komisi Pemilihan Umum (KPU), tetapi harus sukses
juga Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Pada pelaksanaan peradilan sengketa
penyelesaian perselisihan hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi
(MK), posisi Bawaslu cukup penting.
Sesuai peran dan
kewenangannya, MK juga akan bertanya kepada Bawaslu terkait proses pemilu,
apakah sudah sesuai prosedur, apakah ada keberatan, mulai dari awal hingga
selama proses pemungutan, penghitungan, rekapitulasi dan penetapan hasil
pemilu. Jika hasil pemilu sengketa di MK, maka proses pemilu ini menjadi
bagiannya Bawaslu.
“Selama proses pemungutan,
penghitungan, rekapitulasi dan penetapan hasil pemilu masih di ranah KPU, saya
ingatkan kepada seluruh jajaran penyelenggara pemilu untuk tidak menyampaikan
kalimat, jika tidak puas silakan ke MK,” tegas Komisioner KPU RI Hasyim Asy’ari
dalam Konsolidasi Nasional (Konsolnas) Penyelesaian Sengketa Perselisihan Hasil
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD
Kabupaten/Kota Tahun 2019, di Jakarta, Senin (19/3).
Hal tersebut ditegaskan Hasyim
agar segala permasalahan seyogyanya bisa diselesaikan langsung dilapangan,
sehingga tidak perlu sengketa di MK. Untuk itu penting sekali koordinasi yang
baik antara KPU dan Bawaslu/Panwaslu di lapangan agar bisa menyelesaikan
persoalan dengan baik di lapangan dengan peserta pemilu.
Sementara itu, Ketua Bawaslu
Abhan memandang Pemilu Serentak 2019 ini lebih kompetitif dan dinamis, salah
satunya persoalan ambang batas parlemen saat ini sebesar 4 persen. Persentase
sebesar ini yang berpotensi tidak semua peserta pemilu akan lolos
ke parlemen. Hal ini berbeda dengan Pemilu 2014 yang hanya sebesar 3,5
persen.
“Kompetisi yang ketat ini yang
membuat peserta pemilu akan menggunakan segala kesempatan yang diberikan UU
untuk sesuatu yang dia anggap mencari kebenaran. Sengketa Pemilu 2019 ini juga
tidak mengenal batasan selisih, tidak seperti pilkada yang dibatasi bagi yang
berhak mengajukan sengketa. MK membuka ruang sengketa seluas-luasnya bagi
peserta pemilu,” tutur Abhan.
Saat ini, UU Nomor 7 Tahun
2017 memberikan kewenangan kepada Bawaslu untuk sidang ajudikasi, tambah Abhan.
Bisa jadi pasca proses pemungutan, penghitungan, rekapitulasi dan penetapan
hasil pemilu, KPU bisa saja akan menghadapi dua sengketa, yaitu potensi
pelaporan ke Bawaslu dengan mekanisme ajudikasi dan sengketa hasil di MK. Untuk
itu, Abhan mengingatkan semua penyelenggara pemilu agar bisa meminimalisir
potensi-potensi sengketa.
“Kami mengasumsikan sengketa
di Bawaslu akan lebih banyak dibanding di MK. Hal ini mengingat di MK legal
standing-nya di pimpinan peserta pemilu, selama ketum dan sekjen
tidak mau mengajukan sengketa di MK, maka tidak bisa mengajukan sengketa.
Berbeda dengan Bawaslu, orang per orang bisa melaporkan ke Bawaslu terkait
dugaan pelanggaran administratif pemilu,” jelas Hasyim. (Rd/hupmas kpu )