Jakarta,DP
News
Parlemen
Taiwantelah melegalkan pernikahan sesama jenis, menjadi yang melakukannya di
kawasan Asia. Rancangan undang-undang pernikahan sesama jenis tersebut lolos
usai hasil voting oleh anggota parlemen menolak keberatan pada menit-menit
terakhir dari politisi konservatif untuk menyetujui perubahan.
Anggota
parlemen yang mayoritas berasal dari Partai Progresif Demokratik (DPP)
meloloskan rancangan undang-undang setelah pemungutan suara menunjukkan hasil
66-27 untuk mendukung RUU. RUU tersebut juga sebagai tindak lanjut dari putusan
Pengadilan Konstitusional pada 2017 yang memerintahkan bahwa pasangan sesama
jenis memiliki hak untuk menikah secara resmi.
Pengadilan pun
memberi waktu dua tahun kepada parlemen untuk meloloskan undang-undang
perubahan paling lambat pada 24 Mei. Sejak saat itu, anggota parlemen Taiwan
telah memperdebatkan tiga RUU yang berbeda untuk melegalkan penyatuan sesama
jenis dan RUU yang paling progresif dari ketiganya telah disahkan. RUU yang
menawarkan perlindungan hukum yang setara dengan pasangan heteroseksual kepada
pasangan sesama jenis itu akan berlaku setelah ditandatangani oleh Presiden
Tsai Ing-wen.
"Hari
ini, kami dapat menunjukkan kepada dunia bahwa #LoveWins (cinta telah
menang)," tambah Tsai, yang mengusung janji kesetaraan pernikahan dalam
kampanye pemilihan presiden pada 2016 lalu.
Meski
demikian, belum jelas apakah pasangan sesama jenis juga akan berhak atas
hak-hak penting lainnya, seperti adopsi dan pernikahan lintas-bangsa, yang
masih terus dibahas oleh parlemen. Lolosnya RUU pernikahan sesama jenis itu
diyakini juga akan menjadi tantangan tersendiri bagi Presiden Tsai yang akan
maju untuk masa jabatan kedua dalam pemilihan presiden pada Januari mendatang.
Hal tersebut
setelah dalam referendum pada November tahun lalu, sebagian besar pemilih
dengan tegas menolak mendefinisikan pernikahan sebagai hal selain persatuan
antara pria dengan wanita. Pihak oposisi pun menuding lolosnya RUU pernikahan
sejenis telah menentang kehendak rakyat. "Bagaimana bisa kita mengabaikan
hasil referendum yang menunjukkan kehendak rakyat?" tanya John Wu, anggota
legislatif dari partai oposisi Kuomintang kepada parlemen sebelum dilakukannya
pemungutan suara. "Bisakah kita menemukan solusi kompromi yang tepat? Kita
perlu lebih banyak dialog dengan masyarakat," tambahnya, seperti dikutip
ABC News.
Kelompok
konservatif yang menentang pernikahan sesama jenis juga mengatakan bahwa
undang-undang tersebut tidak menghargai kehendak rakyat. "Kehendak sekitar
tujuh juta orang dalam referendum telah diinjak-injak," kata kelompok
Koalisi untuk Kebahagiaan Generasi Masa Depan, dalam pernyataannya.
"Publik akan menggelar unjuk rasa besar-besaran pada tahun 2020,"
lanjut pernyataan itu.
Pernikahan
sesama jenis tidak diakui di Hong Kong dan China, yang menganggap Taiwan
sebagai bagian dari negaranya di bawah kebijakan Satu China.(Rd/kompa.com)