Jakarta,DP News
Berita terpopuler detikFinance sepanjang Senin (17/6) adalah soal utang
luar negeri Indonesia sebesar US$ 389,3 miliar atau setara dengan Rp 5.528,06
triliun (kurs Rp 14.200/US$).
Utang tersebut terdiri dari utang pemerintah dan bank
sentral sebesar US$ 189,7 miliar atau sekitar Rp 2.693,7 triliun, tercatat
mengalami perlambatan yakni tumbuh 3,4% dibandingkan bulan sebelumnya 3,6%.
Kemudian, utang swasta termasuk BUMN sebesar US$ 199,6 miliar Rp 2.834,2 triliun. Angka ini tumbuh 14,5% lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya 13%. (rd)
Kemudian, utang swasta termasuk BUMN sebesar US$ 199,6 miliar Rp 2.834,2 triliun. Angka ini tumbuh 14,5% lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya 13%. (rd)
Bank Indonesia (BI) merilis
data utang luar negeri (ULN) Indonesia periode April 2019. Dari data BI
disebutkan ULN tercatat US$ 389,3 miliar atau setara dengan Rp 5.528,06 triliun
(kurs Rp 14.200).
Angka ULN ini tumbuh 8,7% lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada Maret 7,9% karena transaksi penarikan neto ULN dan pengaruh pengurangan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, sehingga utang dalam rupiah tercatat lebih tinggi dalam denominasi dolar AS.
Jumlah ini terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral sebesar US$ 189,7 miliar atau sekitar Rp 2.693,7 triliun tercatat mengalami perlambatan yakni tumbuh 3,4% dibandingkan bulan sebelumnya 3,6%.
Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh pembayaran pinjaman senilai US$ 0,6 miliar dan penurunan kepemilikan Surat Berharga Negara (SBN) milik nonresiden senila US$i 0,4 miliar akibat ketidakpastian di pasar keuangan global yang bersumber dari ketegangan perdagangan.
Kemudian, utang swasta termasuk BUMN sebesar US$ 199,6 miliar Rp 2.834,2 triliun. Angka ini tumbuh 14,5% lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya 13%.
ULN swasta didominasi oleh sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor industri pengolahan, sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas dan udara (LGA), serta sektor pertambangan dan penggalian dengan total pangsa 75,2% terhadap total ULN swasta.
Angka ULN ini tumbuh 8,7% lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada Maret 7,9% karena transaksi penarikan neto ULN dan pengaruh pengurangan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, sehingga utang dalam rupiah tercatat lebih tinggi dalam denominasi dolar AS.
Jumlah ini terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral sebesar US$ 189,7 miliar atau sekitar Rp 2.693,7 triliun tercatat mengalami perlambatan yakni tumbuh 3,4% dibandingkan bulan sebelumnya 3,6%.
Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh pembayaran pinjaman senilai US$ 0,6 miliar dan penurunan kepemilikan Surat Berharga Negara (SBN) milik nonresiden senila US$i 0,4 miliar akibat ketidakpastian di pasar keuangan global yang bersumber dari ketegangan perdagangan.
Kemudian, utang swasta termasuk BUMN sebesar US$ 199,6 miliar Rp 2.834,2 triliun. Angka ini tumbuh 14,5% lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya 13%.
ULN swasta didominasi oleh sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor industri pengolahan, sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas dan udara (LGA), serta sektor pertambangan dan penggalian dengan total pangsa 75,2% terhadap total ULN swasta.
Utang Luar Negeri (ULN)
Indonesia periode April tercatat mengalami pertumbuhan 8,7% dibandingkan
periode sebelumnya 7,9%. Karena itu jumlah ULN Indonesia pada April tercatat
US$ 389,3 miliar atau setara dengan Rp 5.528,06 triliun (kurs Rp 14.200).
Direktur Riset Center of Reforms on Economics (CORE) Piter Abdullah menjelaskan selama 10 tahun terakhir ULN sektor swasta memang terus mengalami peningkatan, sedangkan ULN pemerintah stabil, cenderung turun atau melambat.
"ULN swasta trennya meningkat signifikan, sementara pemerintah lambat. Ini sejalan dengan kebijakan pemerintah yang lebih mengutamakan utang domestik, sehingga menyebabkan pertumbuhan ULN pemerintah dapat dikatakan sangat rendah," kata Piter saat dihubungi detikFinance, Senin (17/6).
Dari data yang diterbitkan Bank Indonesia (BI) ada peningkatan pada ULN swasta yang meningkat. Sementara ULN pemerintah mengalami perlambatan. Utang swasta termasuk BUMN sebesar US$ 199,6 miliar Rp 2.834,2 triliun. Angka ini tumbuh 14,5% lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya 13%.
"ULN swasta didominasi oleh sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor industri pengolahan, sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas dan udara (LGA), serta sektor pertambangan dan penggalian dengan total pangsa 75,2% terhadap total ULN swasta," tulis keterangan tersebut.(detik.com/Rd)
Direktur Riset Center of Reforms on Economics (CORE) Piter Abdullah menjelaskan selama 10 tahun terakhir ULN sektor swasta memang terus mengalami peningkatan, sedangkan ULN pemerintah stabil, cenderung turun atau melambat.
"ULN swasta trennya meningkat signifikan, sementara pemerintah lambat. Ini sejalan dengan kebijakan pemerintah yang lebih mengutamakan utang domestik, sehingga menyebabkan pertumbuhan ULN pemerintah dapat dikatakan sangat rendah," kata Piter saat dihubungi detikFinance, Senin (17/6).
Dari data yang diterbitkan Bank Indonesia (BI) ada peningkatan pada ULN swasta yang meningkat. Sementara ULN pemerintah mengalami perlambatan. Utang swasta termasuk BUMN sebesar US$ 199,6 miliar Rp 2.834,2 triliun. Angka ini tumbuh 14,5% lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya 13%.
"ULN swasta didominasi oleh sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor industri pengolahan, sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas dan udara (LGA), serta sektor pertambangan dan penggalian dengan total pangsa 75,2% terhadap total ULN swasta," tulis keterangan tersebut.(detik.com/Rd)