Jakarta,DP News
Pada Maret lalu, ramai soal obat kanker
kolorektal atau
kanker usus besar Bevacizumab dan Cetuximab yang tidak lagi ditanggung BPJS Kesehatan. Bahkan kedua obat tersebut hampir
dihapus dari Fornas (Formularium Nasional).
Ketua Umum Perhimpunan Onkologi Indonesia (POI) dan Ketua Yayasan Kanker Indonesia, Prof Dr dr Aru Wisaksono Sudoyo, SpPD, K-HOM mengatakan bahwa obat tersebut bisa diresepkan pada pasien kanker kolorektal metastatik dengan persyaratan tertentu.
Jika kedua obat tersebut yang memberatkan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan berpengaruh pada defisit BPJS Kesehatan, Prof Aru menyarankan pemerintah untuk bekerja sama dengan pihak asuransi swasta.
Ketua Umum Perhimpunan Onkologi Indonesia (POI) dan Ketua Yayasan Kanker Indonesia, Prof Dr dr Aru Wisaksono Sudoyo, SpPD, K-HOM mengatakan bahwa obat tersebut bisa diresepkan pada pasien kanker kolorektal metastatik dengan persyaratan tertentu.
Jika kedua obat tersebut yang memberatkan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan berpengaruh pada defisit BPJS Kesehatan, Prof Aru menyarankan pemerintah untuk bekerja sama dengan pihak asuransi swasta.
"Di Thailand, di Singapura saja (obat kanker)
tidak diganti pemerintah, harus insurance. Karena itu yang saya minta pada
pemerintah bukannya BPJS yang bangkrut lagi, tapi kerjasama dengan asuransi
swasta sehingga asuransi swasta tetap bisa hidup," ujarnya saat ditemui di
kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (19/7).
Prof Aru menambahkan, kedua obat itu yang merupakan
terapi target sebenarnya hanya menambah peluang hidup pasien kanker kolorektal
menjadi 62 persen dari 60 persen yang melakukan pengobatan dengan kemoterapi.
Sayangnya, pemerintah terlalu cepat mengumumkan penyetopan kedua obat tersebut. Menurut Prof Aru, pemerintah seharusnya menjalani sosialisasi menyeluruh terlebih dahulu pada seluruh pasien kanker kolorektal.
"Menurut saya nggak tepatnya pemberian informasinya tiba-tiba disetop. Harusnya sosialisasi dulu, 'ini obatnya mahal, pelan-pelan ya face out dulu'. Pasien lama kita teruskan pasien baru ini syaratnya. Ini terlalu cepat, kaget, marah ke DPR," tandasnya.(detikcom/Rd)
Sayangnya, pemerintah terlalu cepat mengumumkan penyetopan kedua obat tersebut. Menurut Prof Aru, pemerintah seharusnya menjalani sosialisasi menyeluruh terlebih dahulu pada seluruh pasien kanker kolorektal.
"Menurut saya nggak tepatnya pemberian informasinya tiba-tiba disetop. Harusnya sosialisasi dulu, 'ini obatnya mahal, pelan-pelan ya face out dulu'. Pasien lama kita teruskan pasien baru ini syaratnya. Ini terlalu cepat, kaget, marah ke DPR," tandasnya.(detikcom/Rd)