Jakarta, DP
News
Sebagai
pemilik data peserta program jaminan kesehatan terbesar di dunia, BPJS
Kesehatan berupaya memproteksi aset datanya dengan menggandeng Badan Siber dan
Sandi Negara melalui penandatanganan Nota Kesepahaman dan Perjanjian Kerja Sama
tentang perlindungan informasi dan transaksi elektronik.
“Ada lebih dari 200 juta data peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) yang tersimpan dalam masterfile. Tak hanya itu, bahkan data perorangan yang spesifik seperti riwayat kesehatannya, rekam medik, pernah berobat ke mana saja, itu kita miliki juga karena berkaitan dengan verifikasi pembayaran klaim. Karena data yang kami miliki sangat kompleks dan bervariasi, tentu upaya pengamanannya juga harus maksimal sehingga kami membangun sinergi dengan Badan Siber dan Sandi Negara,” terang Direktur Utama BPJS Kesehatan usai acara tersebut.
Adapun ruang lingkup nota kesepahaman tersebut mencakup pemanfaatan sertifikat elektronik untuk meningkatkan keamanan transaksi elektronik, pengamanan teknologi dan sumber daya, pertukaran informasi, dan pemanfaatan lainnya yang disepakati kedua belah pihak.
Menurut Fachmi, BPJS Kesehatan harus bijak dalam mengelola permintaan informasi yang keluar. Untuk itu, selain mengembangkan sistem pengamanan data, BPJS Kesehatan juga menyediakan layanan data sampel sebagai penggunaan big data dalam pengembangan pengambilan kebijakan yang kredibel berbasis bukti (evidence based policy).
“Kami melihat data yang kami miliki adalah aset yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan penelitian dan evidence based policydalam penyelenggaraan Program JKN-KIS. Hal ini juga sebagai salah satu wujud transparansi BPJS Kesehatan dalam memberikan informasi pada publik,” ucap Fachmi.
“Ada lebih dari 200 juta data peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) yang tersimpan dalam masterfile. Tak hanya itu, bahkan data perorangan yang spesifik seperti riwayat kesehatannya, rekam medik, pernah berobat ke mana saja, itu kita miliki juga karena berkaitan dengan verifikasi pembayaran klaim. Karena data yang kami miliki sangat kompleks dan bervariasi, tentu upaya pengamanannya juga harus maksimal sehingga kami membangun sinergi dengan Badan Siber dan Sandi Negara,” terang Direktur Utama BPJS Kesehatan usai acara tersebut.
Adapun ruang lingkup nota kesepahaman tersebut mencakup pemanfaatan sertifikat elektronik untuk meningkatkan keamanan transaksi elektronik, pengamanan teknologi dan sumber daya, pertukaran informasi, dan pemanfaatan lainnya yang disepakati kedua belah pihak.
Menurut Fachmi, BPJS Kesehatan harus bijak dalam mengelola permintaan informasi yang keluar. Untuk itu, selain mengembangkan sistem pengamanan data, BPJS Kesehatan juga menyediakan layanan data sampel sebagai penggunaan big data dalam pengembangan pengambilan kebijakan yang kredibel berbasis bukti (evidence based policy).
“Kami melihat data yang kami miliki adalah aset yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan penelitian dan evidence based policydalam penyelenggaraan Program JKN-KIS. Hal ini juga sebagai salah satu wujud transparansi BPJS Kesehatan dalam memberikan informasi pada publik,” ucap Fachmi.
Sementara itu,
Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Hinsa Siburian mengatakan, pihaknya
siap membantu mendukung upaya pengamanan data BPJS Kesehatan demi berjalannya
Program JKN-KIS secara optimal.
"Melalui
penandatanganan Nota Kesepahaman dan Perjanjian Kerja Sama ini, kami siap
mmenjaga keamanan data BPJS Kesehatan," tegasnya.(Jamkesnews/Rd)