Jakarta,DP News
Harga tiket
pesawat yang
mahal menjadi pembahasan dalam rapat Komisi V DPR RI. Pada rapat ini juga
dihadiri perwakilan maskapai. Maskapai pun buka suara mengenai penetapan harga
tiket.
Direktur Niaga PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Pikri Ilham mengatakan, Garuda saat ini dalam kondisi yang berat. Pada tahun 2017, Garuda rugi Rp 3 triliun. Lalu, Januari hingga September 2018 rugi Rp 1,6 triliun.
"Jadi dalam dua tahun hampir rugi Rp 5 triliun," katanya dalam rapat di Komisi V DPR RI, Jakarta, Rabu (24/7).
Direktur Niaga PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Pikri Ilham mengatakan, Garuda saat ini dalam kondisi yang berat. Pada tahun 2017, Garuda rugi Rp 3 triliun. Lalu, Januari hingga September 2018 rugi Rp 1,6 triliun.
"Jadi dalam dua tahun hampir rugi Rp 5 triliun," katanya dalam rapat di Komisi V DPR RI, Jakarta, Rabu (24/7).
Dia menjelaskan, struktur biaya yang diterapkan Garuda
sudah tidak bisa ditanggung dengan harga tiket yang seperti dulu. Dengan
begitu, Garuda mau tidak mau mencari cara agar kerugian ini berkurang.
"Memang struktur biaya tidak bisa di-cover dengan harga yang dilempar pasar kemarin. Sehingga mau tidak mau mencari jalan agar kerugian ini setidak-tidaknya berkurang," ujarnya.
"Itulah yang menjadi dasar penetapan ini. Bagaimana menutup, agar tidak usah untung katakan, hanya Rp 1 hanya BEP (break even point). Kalau kita lihat temuan BPK laporan keuangan kita memang dinilai BPK bahwa kita menjual harga tidak sesuai HPP (harga pokok penjualan), ini yang kita evaluasi dan kita lakukan penyesuaian harga jual kita," jelasnya.
Sementara, Managing Director of Lion Air Group Daniel Putut menyatakan, komponen harga tiket bukan hanya tarif batas melainkan ada pajak, asuransi, dan airport tax.
"Kalau ilustrasi Bandara Soekarno Hatta Terminal 2 domestik, seandainya tiket kami Rp 800 ribu, PPN Rp 80 ribu, IWJR tambah PSC Rp 85 ribu sehingga total Rp 970 ribu," ungkapnya.
"Memang struktur biaya tidak bisa di-cover dengan harga yang dilempar pasar kemarin. Sehingga mau tidak mau mencari jalan agar kerugian ini setidak-tidaknya berkurang," ujarnya.
"Itulah yang menjadi dasar penetapan ini. Bagaimana menutup, agar tidak usah untung katakan, hanya Rp 1 hanya BEP (break even point). Kalau kita lihat temuan BPK laporan keuangan kita memang dinilai BPK bahwa kita menjual harga tidak sesuai HPP (harga pokok penjualan), ini yang kita evaluasi dan kita lakukan penyesuaian harga jual kita," jelasnya.
Sementara, Managing Director of Lion Air Group Daniel Putut menyatakan, komponen harga tiket bukan hanya tarif batas melainkan ada pajak, asuransi, dan airport tax.
"Kalau ilustrasi Bandara Soekarno Hatta Terminal 2 domestik, seandainya tiket kami Rp 800 ribu, PPN Rp 80 ribu, IWJR tambah PSC Rp 85 ribu sehingga total Rp 970 ribu," ungkapnya.
Dia bilang, beban Lion Air meningkat terutama sejak
nilai dolar AS menguat mulai tahun 2013. Apalagi, biaya komponen Lion Air
sebagian menggunakan mata uang asing.
"Memang asal muasal sejak 2013 dolar AS angka tidak save bagi industri, save margin di Rp 11.000, sejak 2013 (dolar AS) Rp 13.000, Rp 14.000, Rp 15.000. Semua komponen cost yang menggunakan mata uang asing masih 50%, paling tinggi di pesawatnya sendiri," terangnya.
"Kami punya komponen berbeda lessor, penyewa pesawat kami dari 314 pesawat yang kami miliki lessor beda-beda dan harganya beda-beda dan itu menggunakan dolar," ujarnya.
"Memang asal muasal sejak 2013 dolar AS angka tidak save bagi industri, save margin di Rp 11.000, sejak 2013 (dolar AS) Rp 13.000, Rp 14.000, Rp 15.000. Semua komponen cost yang menggunakan mata uang asing masih 50%, paling tinggi di pesawatnya sendiri," terangnya.
"Kami punya komponen berbeda lessor, penyewa pesawat kami dari 314 pesawat yang kami miliki lessor beda-beda dan harganya beda-beda dan itu menggunakan dolar," ujarnya.
Berita terpopuler detikFinance
Jumat (26/7) adalah tentang PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk merevisi data
laporan keuangan 2018. Setelah direvisi, Garuda Indonesia mencatatkan net loss
atau rugi bersih US$ 175,028 juta atau sekitar Rp 2,4 triliun (kurs Rp
14.000).
Ini berbeda dari data laporan keuangan yang dirilis sebelumnya mencatatkan laba sebesar US$ 5,018 juta. Selain soal revisi laporan keuangan Garuda Indonesia, berita terpopuler lainnya adalah tentang Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan membongkar 'jalur tikus' telepon seluler (ponsel) black market (BM) alias pasar gelap.
(detikcom/Rd)
Ini berbeda dari data laporan keuangan yang dirilis sebelumnya mencatatkan laba sebesar US$ 5,018 juta. Selain soal revisi laporan keuangan Garuda Indonesia, berita terpopuler lainnya adalah tentang Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan membongkar 'jalur tikus' telepon seluler (ponsel) black market (BM) alias pasar gelap.
(detikcom/Rd)