Notification

×

Iklan

Iklan




Tersandung Dana Bansos: Toook....MA Bebaskan Mustagfir Sabry,Mantan Anggota DPRD Makasar

23 Juli 2019
Foto: Mustagfir Sabry
Jakarta,DP News
Mahkamah Agung di tingkat peninjauan kembali memutus bebas mantan anggota DPRD Makassar, Sulawesi Selatan, Mustagfir Sabry. MA beralasan ada kekhilafan hakim agung di tingkat kasasi.
"Majelis hakim PK mengabulkan permohonan PK Pemohon/Terpidana, membatalkan putusan judex juris/putusan kasasi MA dan mengadili kembali dengan menyatakan Pemohon PK/Terpidana tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan primer dan subsider Penuntut Umum, kemudian membebaskan Pemohon/Terpidana dari kedua dakwaan tersebut," kata juru bicara MA hakim agung Andi Samsan Nganro saat dihubungi detikcom, Selasa (23/7).
Foto Suhadi
Duduk sebagai ketua majelis adalah hakim agung Suhadi, yang juga Ketua Muda MA Bidang Pidana/Ketua Kamar Pidana. Adapun anggota majelis adalah Mohammad Askin dan Sofyan Sitompul. Menurut mereka, alasan PK pemohon/terpidana dapat dibenarkan. 
"Karena putusan MA--judex juris/kasasi--yang dimohonkan PK mengandung muatan kekhilafan hakim dan kekeliruan yang nyata. Sebab, judex juris membuat pertimbangan dalam putusannya tidak sesuai dengan fakta yang terungkap di persidangan," papar Andi Samsan Nganro.
Majelis kasasi hanya mempertimbangkan pencairan satu cek saja, yaitu senilai Rp 230 juta, tanpa mempertimbangkan dua cek lagi yang juga dimasalahkan dalam perkara a quo, yaitu cek senilai Rp 100 juta dan Rp 200 juta.
"Dan judex juris telah mengabaikan fakta yang terungkap di persidangan, yaitu dalam berita acara pemeriksaan laboratoris kriminalistik dari Pusat Laboratorium Forensik Cabang Makassar No. Lab 1654/DTF/VII/2015 yang diajukan di persidangan yang mengungkap bahwa tanda tangan Terpidana dalam ketiga cek itu (termasuk cek yang dipertimbangkan oleh judex juris senilai Rp 230 juta adalah tanda tangan karangan atau spurious signaturekarena mempunyai bentuk umum (general design), berbeda dengan tanda tangan Terpidana pada dokumen pembanding," kata Andi Samsan Nganro menerangkan panjang-lebar.
Dengan demikian, majelis PK meyakini hal itu termasuk kekhilafan atau kekeliruan yang nyata bahwa judex juris menyatakan dalam putusannya Terpidanalah yang mencairkan cek senilai Rp 230 juta. Begitu pula Terpidana tidak pernah bertempat tinggal di alamat yang tertera dalam cek senilai Rp 230 juta tersebut.
"Putusan PK MA ini sama dengan putusan pengadilan tingkat pertama-Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Makassar, yaitu membebaskan Pemohon PK/Terpidana dari segala dakwaan," pungkas Andi Samsan Nganro.
Kasus bermula saat pemda Sulsel mengalokasikan anggaran Bantuan Sosial (Bansos) untuk APBD 2008 sebesar Rp 151 miliar. Bansos itu ditujukan untuk berbagai kegiatan yang dinilai perlu.
Salah satu pihak yang mengajukan proposal adalah Mustagfir atas petunjuk anggota DPRD Provinsi Sulsel, Adil Patu. Dari proposal itu mengucur uang Rp 530 juta untuk kegiatan olahraga dan sosial kemasyarakatan. Ternyata pertanggungjawaban dana itu tidak jelas. Atas hal itu, penyidik menelusuri kasus tersebut.
Pada 2014, Mustagfir dipilih rakyat menjadi anggota DPRD Kota Makassar periode 2014-2019. Tak berapa lama, jaksa mendudukkan Mustagfir di kursi pesakitan.
Pada 12 Agustus 2015, Pengadilan Tipikor Makassar menolak tuntutan itu dan membebaskan Mustagfir dari seluruh jerat hukum. Mustagfir pun dikeluarkan dari ruang tahanan.
Pada 16 Juni 2016, MA menganulir vonis bebas terhadap Mustagfir dan menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara. Vonis itu dijatuhkan oleh hakim agung Salman Luthan, Syamsul Rakan Chaniago, dan MS Lumme. (detikcom/Rd)






| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |