Medan,DP News
Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Edy
Rahmayadi mengharapkan seluruh kabupaten/kota untuk memprioritaskan komoditas
pangan strategis dalam mengatasi inflasi yang terjadi di Sumut. Ke dapan Sumut
juga diharapkan dapat menjadi provinsi yang produktif dalam menyelesaikan persoalan
pangan.
Hal itu disampaikan Edy Rahmayadi kepada
seluruh walikota/bupati dalam rapat koordinasi provinsi Tim Pengendalian
Inflasi Daerah (TPID) se-Sumut melalui video conference di Posko Penanganan
Covid-19, Sumut Jalan Jenderal Sudirman Nomor 41 Medan, Selasa (21/7).
Hadir di antaranya Sekretaris Daerah Provinisi
Sumut R Sabrina, Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sumut Wiwiek Sisto
Widayat, Kepala BPS Sumut Syech Suhaimi, para walikota/bupati, para Kepala OPD
provinsi serta seluruh anggota TPID Sumut.
“Masing-masing kabupaten/kota diharapkan
menjadikan ini (pangan) prioritas, sehingga ada kerja sama apa yang bisa
dilakukan oleh provinsi. Saya mengharapkan ini menjadi raport kita untuk
menjadikan provinsi ini menjadi provinsi yang produktif dalam menyelesaikan
persoalan pangan ini ke depan,” ucap Edy Rahmayadi.
Dijelaskan Edy, beberapa komoditi yang surplus
yakni beras sebanyak 813.020 ton, cabai merah 20.425 ton, cabai rawit 11.394
ton. Sedangkan penyumbang defisit yakni pada komoditas bawang merah defisit
sebanyak 25.686 ton dan bawang putih 25.324 ton.
Dari seluruh kabupaten/kota di Sumut, Kota
Sibolga termasuk yang seluruh produksi dan kebutuhan pangan strategisnya 100%
defisit, Kabupaten Labuhanbatu Selatan hanya dapat menyumbangkan surplus beras
8%, cabai merah 7%, cabai rawit 13%, bawang merah 1% serta defisit 100%
komoditi bawang putih.
“Daging ayam, telur, minyak goreng kita ok.
Tapi gula pasir kita pada posisi defisit. Ini merupakan gambaran yang terjadi
pada 33 kabupaten/kota kita. Jadikan target kerja kita dalam mengatasi inflasi
ini. Saya yakin ini bisa, karena tanah kita memungkinkan untuk ini semua.
Tinggal bagaimana kita mau atau tidak untuk menjadikan ini prioritas,” katanya.
Sementara itu, Kepala Perwakilan Bank
Indonesia (BI) Sumut Wiwiek Sisto Widayat dalam paparanya menjelaskan
perekonomian Sumut tercatat tumbuh 4,65% (yoy), jauh di atas Nasional dan
Sumatera yang masing-masing tercatat 2,97% (yoy) dan 3,25% (yoy). Secara
spasial, pertumbuhan ekonomi Sumut tertinggi ke-2 setelah Sumsel (4,98% yoy).
“Di era pandemi, realisasi ini masih cukup
baik meski melambat dibandingkan triwulan sebelumnya (5,21% yoy), sesuai pola
historis di awal tahun. Masih baiknya perekonomian Sumut diindikasi karena
dampak Covid-19 belum menjalar ke level regional, dimana kasus pertama di
Indonesia baru dirasakan pada awal Maret 2020,” jelas Wiwiek.
Disampaikan juga, perkembangan inflasi Sumut
terjadi pada Juni mengalami deflasi yang tercatat -0,07% (mtm), lebih rendah
dari bulan sebelumnya yang tercatat inflasi 0,43% (mtm) serta lebih tinggi dari
bulan sebelumnya yang tercatat deflasi -0,29% (mtm) serta dari Sumatera dan
Nasional. “Hingga per Juni 2020 secara akumulasi terhitung sebesar 0,61 ytd
sementara tahunan -0,09 yoy,” katanya.
Secara spasial, tekanan harga di seluruh kota
Indeks Harga Konsumen (IHK) menurun. Deflasi terjadi di Kota Pematangsiantar
(-0,13 mtm), Medan (-0,09% mtm) dan Padangsidimpuan (-0,02% mtm). Sementara dua
kota IHK lainnya mengalami inflasi, antara lain Kota Gunungsitoli (0,22% mtm)
dan Kota Sibolga (0,13% mtm).
“Deflasi bersumber dari kelompok makanan
(volatile food). Aspek struktural masih menjadi kendala kesinambungan
produksi/pasokan, seperti perencanaan tanam/produksi yang masih lebih
dipengaruhi dinamika harga, belum optimalnya mitigasi terhadap dampak kondisi
cuaca terhadap produksi, serta kendala kepastian bagi terserapnya hasil
produksi petani dengan harga wajar. Karakteristik bahan pangan yang mudah rusak
juga memengaruhi dinamika pasokan dari sisi distribusi,” jelas Wiwiek.
Wiwiek menyampaikan TPID Sumut telah melakukan
upaya pengendalian inflasi melalui kebijakan 4K yakni Ketersediaan Pasokan,
Kelancaran Distribusi, Keterjangkauan Harga, dan Komunikasi yang Efektif.
Pertama, pada Ketersedian Pasokan TPID Sumut
melakukan monitoring pasokan untuk mewujudkan pangkalan data yang dapat
dijadikan acuan, rencana pengelolaan sistem resi gudang (SRG) di Kabupaten
Serdang Bedagai dan Kabupaten Langkat oleh PT Dhirga Surya, intervensi
penanaman bawang putih dan penangkaran bibit bawang merah oleh Dinas Tanaman
Pangan dan Hortikultura untuk memenuhi kebutuhan Sumut yang masih defisit.
Kedua, Kelancaran Distribusi yakni melakukan
peningkatan efektivitas kerja sama antar daerah, Optimalisasi digitalisasi
untuk UMKM dan upaya memotong rantai pasok yang panjang sehingga NTP meningkat.
Ketiga, Keterjangkauan Harga, melakukan
rencana penyusunan Perda yang mengamanatkan Dhirga Surya sebagai stabilisator
harga di Sumut, rencana penyerapan suplai cabai merah yang akan panen melalui
PT AIJ saat harga sedang rendah, serta pemantauan harga 6 komoditas pangan
utama oleh Satgas Pangan serta pemantauan langsung ke distributor dan FGD jika
adanya kenaikan harga.
Terakhir, Komunikasi yang Efektif TPID Sumut
melakukan kampanye belanja bijak (tidak menimbun barang) serta belanja online
melalui radio dan media informasi lainnya.
Wiwiek memprediksi inflasi 2020 diprakirakan
akan lebih rendah dari tahun 2019 dan berada di bawah sasaran inflasi nasional
dengan potensi bias ke bawah seiring dengan daya beli masyarakat yang terbatas
akibat Pandemi Covid-19. “Namun demikian, terdapat beberapa risiko yang dapat
menimbulkan shock temporer seperti keterlambatan impor luar negeri, kenaikan
harga emas, hambatan distribusi domestik, dan penimbunan/belanja berlebihan
oleh konsumen,” katanya.
Dalam mengatasi ini dijelaskannya, dapat
diselesaikan dengan membangun hubungan yang solid antara sisi produksi dan
distribusi melalui agregator pertanian yang terhubung dengan e-commerce untuk
memastikan kepastian serapan pasar terhadap hasil produksi petani.
Pemanfaatan e-commerce di sisi
distribusi diharapkan dapat sekaligus mengatasi permasalahan K3 (tantangan
distribusi). Selanjutnya, peningkatan produktivitas dengan implementasi
Internet of Things (IoT) di sisi produksi dapat dilakukan untuk meng-address
permasalahan K2 (ketersediaan pasokan) dengan memperkuat model bisnis antara
agregator dan produsen dengan optimalisasi dukungan input produksi terhadap
produsen.
Pengendalian inflasi melaui penguatan
klaster pangan dan pengembangan digitalisasi di sisi hilir dengan menghubungkan
produsen (petani) langsung kepada konsumen-konsumen baik melalui sinergi UMKM
atau pemanfaatan e-commerce. “Upaya ini dapat mendorong kesejahteraan petani
dengan menerima penghasilan yang lebih besar dan harga di tingkat konsumen
lebih efisien dan ekonomis dengan rantai distribusi yang lebih pendek,”
katanya.(Rd/Humas Provsu)