Kepala Bagian Penataan dan Pendapatan Daerah Biro
Otonomi Daerah dan Kerja sama Setdaprov Sumut Ahmad Rasyid Ritonga mengikuti
webinar Netralitas dan Kewaspadaan Politisasi ASN dalam Pilkada Serentak yang
diselenggarakan via aplikasi zoom di ruang Sumut Smart Province, lantai 6
Kantor Gubernur Sumut, Jalan Diponegoro No. 30 Medan, Senin (10/8/2020). (Foto
: Biro Humas dan Keprotokolan Setdaprov Sumut / Imam Syahputra).
Medan,DP News
Pemerintah
Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara (Sumut) mendesak Aparatur Sipil Negara (ASN)
tetap netral jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Hal ini dilakukan demi
menciptakan Pilkada yang demokratis sesuai dengan peraturan yang berlaku di
Indonesia.
Di Sumut sendiri ada 23 kabupaten/kota yang akan menyelenggarakan Pilkada
serentak 9 Desember 2020. Melalui Surat Edaran (SE) Pemprov Sumut meminta
kepada seluruh ASN untuk tidak ikut terlibat politik jelang Pilkada.
“Pemerintah Provinsi Sumatera Utara memiliki tugas pengawasan, monitoring
dan pembinaan kepada kabupaten/kota yang melaksanakan Pilkada. Dalam rangka
pembinaan, kita sudah mengeluarkan Surat Edaran agar ASN tidak terlibat secara
politik di Pilkada. Selain itu, kita juga mengeluarkan Surat Edaran agar
pemimpin daerah tidak memanfaatkan bantuan sosial untuk kampanye,” kata Kabag
Penataan dan Pendapatan Daerah Biro Otda dan Kerja Sama Setdaprov Sumut Ahmad
Rasyid Ritonga usai menghadiri webinar Netralitas dan Kewaspadaan Politisasi
ASN dalan Pilkada di lantai 6 Kantor Gubernur Sumut, Senin (10/8).
Pemerintah sendiri memiliki sanksi tegas terkait netralitas ASN di
Pilkada. Berdasarkan PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri
Sipil, hukuman bagi pelanggar netralitas ASN dimulai dari teguran tertulis
hingga pemecatan tidak hormat.
“Terkait sanksi kita berpedoman pada PP Nomor 53 terkait Disiplin Pegawai
Negeri Sipil. Secara berjenjang akan kita lihat pelanggaran yang dilakukan,
melihat tingkat kesalahannya. Sanksinya dari teguran tertulis hingga
pemberhentian tidak hormat. Jadi, ASN tidak boleh main-main,” kata Rasyid.
Sebelumnya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Birokrasi
(Menpan-RB) Tjahjo Kumolo mengatakan sampai saat ini masih ada ASN yang
terlibat politik jelang Pilkada. Begitu juga dengan kepala daerah, menurutnya
masih ada yang memanfaatkan ASN untuk membantunya memenangkan Pilkada.
Penyebab terjadinya pelanggaran netralitas menurut hasil survei Bidang
Pengkajian dan Pengembangan Sistem, KASN tahun 2018 yang terbesar adalah motif
mendapatkan jabatan, materi dan proyek (43,45%), sedangkan penyebab lainnya
seperti adanya hubungan kekeluargaan (15,4%), tidak paham regulasi (12,1%) dan
intervensi 7,7%. Selain itu juga karena kurangnya integritas ASN (5,5%), tidak
netral dianggap lumrah (4,9%) dan sanksi lemah (2,7%).
“Itu masih ada saja sampai saat ini, berbondong-bondong menjadi tim sukses
dan bila menang berharap mendapat jabatan. Ini jangan terjadi lagi. Jangan
sampai ASN terlibat jadi tim sukses karena itu membuat Pilkada tidak demokratis
dan tidak adil,” kata Tjahjo Kumolo, saat memberikan arahan pada webinar yang
dihadiri provinsi se-Indonesia dan beberapa pemerintah kabupaten/kota.
Berdasarkan penjelasan salah satu sumber webinar, Komisioner KASN Bidang Nilai Dasar Kode Etik Kode Prilaku dan Netralitas Arie Budhiman, hingga Juli 2020, ada 456 laporan terkait netralitas ASN dan 344 yang terbukti melanggar. Hanya saja baru 189 kasus yang sudah ditindaklanjuti. Menurut Arie, angka tersebut masih kecil walau ada peningkatan yang signifikan bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
“Yang sudah ditindaklanjuti itu 54,9%. Itu sebenarnya
masih kurang walau bila dibandingkan dengan tahun lalu cukup signifikan (tahun
lalu baru mencapai 38%). Top 5 jabatan ASN yang melanggar itu jabatan pimpinan
tinggi (27,6%), fungsional (25,4%), administrator (14,3%), pelaksana (12,7%),
camat/lurah (9%). Jadi, ini perlu kita waspadai bersama,” terang Arie.
Kepala Bawaslu RI Abhan berharap lembaga-lembaga
negara dan masyarakat semakin ketat mengawasi tindak-tanduk kepala daerah dan
ASN menjelang Pilkada, agar tidak terjadi kecurangan-kecurangan. Menurutnya
Pilkada yang demokratis akan menghasilkan pemimpin yang berkualitas dan
pemerintahan yang lebih baik lagi.
“Bila sejak Pilkada ASN sudah terlibat, maka pemenang
memiliki utang budi atau apapun itu yang perlu diberikan kepada ASN, entah itu
jabatan, proyek, materi dan lainnya. Ini akan membuat pemerintahan tidak sehat.
Ini akan menghambat pemerintah yang profesional. ASN siapapun kepala daerahnya
harus tetap menjunjung tinggi profesionalitas,” tegas Abhan.(Rd/Humass Provsu)
B