Foto: Seminar Nasional Literasi Media Menuju HPN 2023,Kamis(2/2) Kerjasama STIK Pembangunan dan LEPAS/Syaiful |
Seminar nasional seputar Literasi Media dengan tema "Cerdas Bermedia Sosial Langgam Pers Untuk Bangsa Berkualitas" menyajikan berbagai materi menarik seperti Pemanfaatan Media Sosial Dalam Kegiatan Belajar di STIK-P disampaikan Dr Sakhyan Asmara MSP, Rambu-rambu Hukum dan Etika sebagai Pengguna Media Sosial oleh Direktur Eksekutif LPDS Hendrayana SH MH.
Kegiatan diawali dengan penandatanganan Memorandum Of Understanding (MoU) dan pertukaran plakat antara Direktur Eksekutif LPDS Hendrayana dan Ketua STIK-P Dr H Sakhyan Asmara MSP. Selain itu, kegiatan juga dirangkai dengan Uji Kompetensi Wartawan (UKW), Kamis(2/2).
Materi lain adalah Pemanfaatan Medsos untuk Branding dan Meningkatkan Portofolio dipaparkan Maskur Abdullah (pengajar LPDS), Menyoroti Pemberitaan Media yang Cenderung Menerapkan Clickbait (Maria D Andriana/LPDS), dan Menelaah Informasi Medsos Menuju Pemilu Cerdas disampaikan oleh Priyambodo RH (LPDS).
Dalam paparannya, Hendrayana mengingatkan peserta agar memahami dan mengetahui rambu-rambu saat berselancar di media sosial. Karena sering sekali orang tidak memperhatikan hingga akhirnya tersandung hukum dan terjerat UU ITE.
“Kerena banyak sekali aturan hukum terutama UU ITE untuk menjadi perhatian bagi teman-teman untuk tidak boleh menyinggung mencemarkan nama baik seseorang unsur sara dan sebagainya,” katanya.
Sementara itu, Priyambodo RH berbicara tentang menelaah media sosial menuju Pemilu cerdas. Disebutkan, peserta Pemilu di tahun 2024 mendatang sebanyak 60 persen terdiri atas kalangan muda dari usia 17-40 tahun.
Namun sangat disayangkan, isu politik bagi kalangan muda sangat tidak populer. Pria berkumis ini menyebutkan tak satupun di antaranya tren pencarian masyarakat sepanjang 2022 terkait soal politik. Justru yang sangat tren itu adalah minyak goreng, Bunda Corla, gempa bumi, Farel Prayoga, dan Kanjuruhan.
Diingatkan, mahasiswa harus mengenal berita baik dan perusahaan pers sert wartawan yang kompeten. Tujuannya adalah mahasiswa lebih melek pada isu-isu sekitar kita, terutama tentang politik.
“Politik ini menentukan nasib bangsa dan teman-teman sekalian. Diharapkan, keterlibatan di bidang informasi, karena ada yang namanya peta kerawanan dibaca oleh BIN, KPU, dan Bawaslu. Kerawanan itu cukup tinggi di bidang intimidasi, maksudnya menjelek-jelekkan peserta pemilu, parpol, dan calon legislatif,” ujarnya.
“Kedua, ada unsur SARA digunakan atau politik identitas, yang kita harapkan dengan adanya kegiatan ini teman-teman mahasiswa bisa tahu dan hindari. Yang tidak kalah pentingnya adalah informasi. Jadi kita saling mengawasi sehingga ada istilah Pemilu bukan sekadar angka atau menang kalah, tapi demokrasi kita bersama,” ujarnya.Syaiful/Redaksi