Toba,DP News
Radio Republik Indonesia (RRI) hadir di Toba, tepatnya di Desa Sihiong, Kecamatan Bona Tua Lunasi, pada Rabu (16/8) malam lewat acara dialog "Pagelaran Budaya dan Dialog Kebangsaan"yang disiarkan secara live lewat RRI Gunung Sitoli, RRI Sibolga dan RRI Medan.
Dalam dialog tersebut, Bupati Toba, Poltak Sitorus hadir sebagai peserta dialog bersama Erdiman Butarbutar selaku Dewas LPP RRI, Hobbi Butarbutar selaku perantau Batak dan Raja Sitorus selaku tokoh adat Desa Sihiong yang dipandu Deny Siahaan.
Pada dialog tersebut Poltak Sitorus menekankan bahwa sejatinya budaya harus menjadi identitas. Sayangnya saat ini budaya belum melekat di dalam diri setiap orang, dan hanya dijalankan pada saat pelaksanaan adat.
"Ada banyak orang mengatakan bahwa Batak itu kasar tapi hatinya lembut, itu hanya pembenaran saja. Sebenarnya batak itu sangat lembut dan sangat hormat," sebut Poltak Sitorus dalam sesi dialog tersebut.
Poltak Sitorus menyebutkan bahwa budaya Batak yang saling menghormati dan peduli hanya terlihat pada pesta adat. "Contohnya ini ya, Pak. Kalau misalkan di salah satu desa ada yang meninggal maka orang-orang yang semarganya dan tetangganya akan menemani keluarga yang kemalangan itu tanpa dibayar, itulah kepedulian orang Batak," katanya menjelaskan.
"Tapi coba sekarang kita ajak gotong-royong, malah minta gaji, Pak. Dulu, nenek moyang kita mampu membangun rumah Batak yang besar, bahkan bisa 5 sampai 10 dalam satu kampung, itu hanya modal gotong-royong. Sekarang kalau kita rupiahkan, membangun ruma batak gorga itu mencapai Rp1,5 miliar," Poltak Sitorus melanjutkan.
Bupati Toba menyampaikan bahwa sesungguhnya Batak itu adalah Batak Naraja, namun bukan berarti Batak itu Raja yang memiliki kerajaan, melainkan raja yang dimaksud adalah sikap, sifat dan karakter seorang raja.
"Jadi bukan raja karena punya kerajaan, tetapi yang dimaksud dengan 'Batak Naraja' adalah Batak yang berperilaku, bersikap dan bersifat seperti raja," lanjutnya lagi.
Laksana sifat seorang raja, maka Batak itu harus hormat terhadap siapa saja, peduli terhadap sesama dan lingkungan, cerdas, pandai, bijaksana dan taat terhadap hukum. Sayangnya saat ini telah terjadi degradasi moral sebab Batak saat ini bukan lagi Batak petarung, namun sudah menjadi orang yang manja.
"Nah, jadi sekarang sudah terjadi degradasi moral. Karena itu, seperti yang disampaikan oleh Bapak Presiden revolusi mental. Sekarang ini harus kita revolusi. Kita harus jadikan budaya itu menjadi identitas kita, melekat dalam kehidupan sehari-hari," Poltak Sitorus melanjutkan.
Atas dasar itulah Poltak Sitorus mengajak seluruh masyarakat Toba dan orang Batak secara keseluruhan agar mengembalikan budaya Batak yang sesungguhnya.
Saat ini, Pemerintah Kabupaten Toba terus menyosialisasikan filosofi Batak Naraja yang berarti Batak itu harus peduli, harus sopan, harus taat hukum, dan harus menggunakan ilmu pengetahuan.
"Mari kita kembalikan keaslian budaya kita dengan gerakan 'Pature Torus, Torus Pature'
agar budaya yang peduli, hormat, bijaksana dan taat aturan menjadi identitas kita yang sesungguhnya," katanya menambahkan.
Raja Sitorus, tokoh masyarakat Desa Sihiong yang menjadi peserta dialog juga mengakui bahwa sesungguhnya budaya Batak yang sesungguhnya sudah semakin terkikis.
"Dulu kalau ada bayi baru lahir, maka kita maranggap. Nah saat itu kita mainkan musik gondang, anak-anak itu diajari menortor, diajari bagaimana godang mula-mula, bagaimana gondang somba. Nah sekarang musiknya sudah disko-disko," kata Raja Sitorus.
Dirinya sepakat dengan Bupati Toba, Poltak Sitorus bahwa budaya Batak yang sesungguhnya harus dikembalikan.
"Itu harus kita kembalikan itu," ujarnya.
Dialog budaya ini menampilkan atraksi tortor Sipitu Sawan Desa Sihiong pada Pagelaran Budaya & Dialog Kebangsaan -Eksistensi Budaya Negeri, Persembahan Radio Republik Indonesia (RRI) di Desa Sihiong,Kecamatan Bonatualunasi,Toba.Tanda/Redaksi