Foto: Bupati Dairi Eddy KA Berutu |
Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-76 Kabupaten Dairi jatuh pada hari ini,Minggu (1/10) dan perayaannya digelar di Halaman Kantor Bupati Dairi, Kecamatan Sidikalang yang bertepatan dengan Peringatan HariKesaktian Pancasila.
Bagaimana perjalanan sejarah Kabupaten Dairi sampai HUT ke-76,berikut ini ditayangkan mengutip Penjelasan Bupati Dairi Dr. Eddy Keleng Ate Berutu melalui Kabag Tata Pemerintahan Setdakab Dairi Juliawan Rajagukguk.
Dipaparkan,sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945, maka di Dairi dibentuk Komite Nasional Daerah untuk mengatur Pemerintah dalam mengisi kemerdekaan dengan susunan Ketua Umum Jonathan Ompu Tording Sitohang, Ketua I Djauli Manik, Ketua II Noeh Hasibuan, Ketua III Raja Elias Ujung, Sekretaris I Tengku Lahuami, Sekretaris II Gr. Gindo Muhammad Arifin, Bendahara I Mula Batubara, dan Bendahara II St. Stepanus Sianturi.
Disampaikan Juliawan, pada agresi militer I Belanda telah menguasai Sumatera Timur sehingga masyarakat Dairi yang berada di sana mengungsi kembali ke Dairi. Untuk menyelenggarakan pemerintahan serta menangani perang melawan Agresi Belanda, maka Residen Tapanuli Dr. Ferdinand Lumbantobing, selaku Gubernur Militer Sumatera Timur dan Tapanuli dengan suratnya Nomor 1256 tanggal 12 September 1947, berlaku mulai tanggal 1 Oktober 1947, menetapkan Keresidenan Tapanuli menjadi 4 Kabupaten yaitu Kabupaten Dairi , Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Humbang, dan Kabupaten Silindung.
Hari bersejarah ini berdasarkan kesepakatan pemerintah dan masyarakat ditetapkan sebagai Hari Jadi Kabupaten Dairi.
“Dengan ditetapkannya Dairi menjadi kabupaten, ditunjuklah Paulus Manurung sebagai bupati pertama di Kabupaten Dairi yang berkedudukan di Sidikalang. Kabupaten Dairi saat itu dibagi menjadi 3 (tiga) Kewedanaan yaitu Kewedanaan Sidikalang, Kewedanaan Simsim, dan Kewedanaan Kampung Karo,” ucapnya.
Dibacakan Juliawan, setelah penyerahan wilayah Indonesia oleh Belanda maka Pemerintahan Militer di Dairi kembali pada pemerintahan sipil dan sebagai kepala pemerintahan Dairi Gading Barklomeus Pinem dan Raja Kisaean Massy Maha, yang kemudian menggantikan Jonathan Ompu Tording Sitohang pada 10 Desember 1949.
Dijelaskannya, pada masa itu jumlah Kecamatan di Kabupaten Dairi diciutkan dari 12 Kecamatan menjadi 8 Kecamatan yaitu Kecamatan Sidikalang, Kecamatan Sumbul, Kecamatan Salak, Kecamatan Kerajaan, Kecamatan Tigalingga, Kecamatan Tanah Pinem, Kecamatan Silima Pungga-pungga, dan Kecamatan Siempat Nempu.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah, maka semua Kabupaten yang dibentuk pada masa Agresi Militer I dan II harus kembali dilebur, sehingga Kabupaten Dairi yang telah dibentuk tanggal 1 Oktober 1947 harus menjadi bagian dari Kabupaten Tapanuli Utara dengan ibukotanya Tarutung.
Sejak 1 April 1950, kata Juliawan, maka 8 kecamatan yang ada di Dairi kembali menjadi bagian dari wilayah pemerintahan Tapanuli Utara. Akibat peleburan dan penggabungan wilayah Kabupaten Dairi menjadi bagian dari Tapanuli Utara, maka tokoh masyarakat Dairi terus berjuang meminta kepada Pemerintah Pusat melalui Pemerintah Provinsi Sumatera Utara agar keinginan menjadi daerah Otonom Tingkat II Dairi dapat segera disetujui berdasarkan Undang-Undang.
Tahun 1958, ucap Juliwan, terjadi peristiwa pemberontakan PPRI yang mengakibatkan terputusnya hubungan antara Sidikalang (Dairi) dengan Tarutung sebagai ibu kota Tapanuli Utara sehingga penyelenggaraan pemerintahan hampir vakum. Sehingga Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara mengambil kebijakan penting dengan menetapkan daerah Dairi menjadi Wilayah Administratif, dengan sebutan Koordinator Schaap, yang secara langsung berangkat ke Provinsi Sumatera Utara. Untuk mengisi Koordinator Schaap Pemerintahan di Dairi dihunjuk sebagai pemimpin sementara yaitu Nasib Nasution (Pati pada Kantor Gubernur Sumatera Utara) yang selanjutnya digantikan oleh Djauli Manik sebagai Koordinator Schaap Pemerintahan Dairi.
Akhirnya, kata Juliawan, pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Dairi ditetapkan Pemerintah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 tahun 1964 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Dairi, yang berlaku sejak 1 Januari 1964. Kemudian oleh Pemerintah Pusat dan DPR RI, ditetapkanlah Undang- Undang Nomor 15 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Dairi dengan perubahan Undang-Undang Nomor 7 Drt. Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara.
Selanjutnya Juliawan menjelaskan berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1964 wilayah Kabupaten Dairi pada saat pembentukannya terdiri atas 8 kecamatan yaitu Kecamatan Sidikalang, Kecamatan Sumbul, Kecamatan Tigalingga, Kecamatan Tanah Pinem, Kecamatan Salak, Kecamatan Kerajaan, Kecamatan Silima Pungga-Pungga, dan Kecamatan Siempat Nempu.
“Setelah beberapa kali pemekaran Kecamatan dan Desa, maka sampai dengan saat ini wilayah administratif Kabupaten Dairi terdiri dari 15 Kecamatan, 161 Desa dan 8 Kelurahan,” ucap Juliawan mengakhiri pembacaan sejarah singkat pembentukan Kabupaten Dairi.
Kabupaten Dairi Rayakan HUT ke-76: Paulus Manurung,Bupati Pertama dan Saat Ini Dipimpin Eddy Keleng Ate Berutu
Dairi,DP News
Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-76 Kabupaten Dairi jatuh pada hari ini,Minggu (1/10) dan perayaannya digelar di Halaman Kantor Bupati Dairi, Kecamatan Sidikalang yang bertepatan dengan Peringatan HariKesaktian Pancasila.
Bagaimana perjalanan sejarah Kabupaten Dairi sampai HUT ke-76,berikut ini ditayangkan mengutip Penjelasan Bupati Dairi Dr. Eddy Keleng Ate Berutu melalui Kabag Tata Pemerintahan Setdakab Dairi Juliawan Rajagukguk.
Dipaparkan,sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945, maka di Dairi dibentuk Komite Nasional Daerah untuk mengatur Pemerintah dalam mengisi kemerdekaan dengan susunan Ketua Umum Jonathan Ompu Tording Sitohang, Ketua I Djauli Manik, Ketua II Noeh Hasibuan, Ketua III Raja Elias Ujung, Sekretaris I Tengku Lahuami, Sekretaris II Gr. Gindo Muhammad Arifin, Bendahara I Mula Batubara, dan Bendahara II St. Stepanus Sianturi.
Disampaikan Juliawan, pada agresi militer I Belanda telah menguasai Sumatera Timur sehingga masyarakat Dairi yang berada di sana mengungsi kembali ke Dairi. Untuk menyelenggarakan pemerintahan serta menangani perang melawan Agresi Belanda, maka Residen Tapanuli Dr. Ferdinand Lumbantobing, selaku Gubernur Militer Sumatera Timur dan Tapanuli dengan suratnya Nomor 1256 tanggal 12 September 1947, berlaku mulai tanggal 1 Oktober 1947, menetapkan Keresidenan Tapanuli menjadi 4 Kabupaten yaitu Kabupaten Dairi , Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Humbang, dan Kabupaten Silindung.
Hari bersejarah ini berdasarkan kesepakatan pemerintah dan masyarakat ditetapkan sebagai Hari Jadi Kabupaten Dairi.
“Dengan ditetapkannya Dairi menjadi kabupaten, ditunjuklah Paulus Manurung sebagai bupati pertama di Kabupaten Dairi yang berkedudukan di Sidikalang. Kabupaten Dairi saat itu dibagi menjadi 3 (tiga) Kewedanaan yaitu Kewedanaan Sidikalang, Kewedanaan Simsim, dan Kewedanaan Kampung Karo,” ucapnya.
Dibacakan Juliawan, setelah penyerahan wilayah Indonesia oleh Belanda maka Pemerintahan Militer di Dairi kembali pada pemerintahan sipil dan sebagai kepala pemerintahan Dairi Gading Barklomeus Pinem dan Raja Kisaean Massy Maha, yang kemudian menggantikan Jonathan Ompu Tording Sitohang pada 10 Desember 1949.
Dijelaskannya, pada masa itu jumlah Kecamatan di Kabupaten Dairi diciutkan dari 12 Kecamatan menjadi 8 Kecamatan yaitu Kecamatan Sidikalang, Kecamatan Sumbul, Kecamatan Salak, Kecamatan Kerajaan, Kecamatan Tigalingga, Kecamatan Tanah Pinem, Kecamatan Silima Pungga-pungga, dan Kecamatan Siempat Nempu.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah, maka semua Kabupaten yang dibentuk pada masa Agresi Militer I dan II harus kembali dilebur, sehingga Kabupaten Dairi yang telah dibentuk tanggal 1 Oktober 1947 harus menjadi bagian dari Kabupaten Tapanuli Utara dengan ibukotanya Tarutung.
Sejak 1 April 1950, kata Juliawan, maka 8 kecamatan yang ada di Dairi kembali menjadi bagian dari wilayah pemerintahan Tapanuli Utara. Akibat peleburan dan penggabungan wilayah Kabupaten Dairi menjadi bagian dari Tapanuli Utara, maka tokoh masyarakat Dairi terus berjuang meminta kepada Pemerintah Pusat melalui Pemerintah Provinsi Sumatera Utara agar keinginan menjadi daerah Otonom Tingkat II Dairi dapat segera disetujui berdasarkan Undang-Undang.
Tahun 1958, ucap Juliwan, terjadi peristiwa pemberontakan PPRI yang mengakibatkan terputusnya hubungan antara Sidikalang (Dairi) dengan Tarutung sebagai ibu kota Tapanuli Utara sehingga penyelenggaraan pemerintahan hampir vakum. Sehingga Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara mengambil kebijakan penting dengan menetapkan daerah Dairi menjadi Wilayah Administratif, dengan sebutan Koordinator Schaap, yang secara langsung berangkat ke Provinsi Sumatera Utara. Untuk mengisi Koordinator Schaap Pemerintahan di Dairi dihunjuk sebagai pemimpin sementara yaitu Nasib Nasution (Pati pada Kantor Gubernur Sumatera Utara) yang selanjutnya digantikan oleh Djauli Manik sebagai Koordinator Schaap Pemerintahan Dairi.
Akhirnya, kata Juliawan, pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Dairi ditetapkan Pemerintah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 tahun 1964 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Dairi, yang berlaku sejak 1 Januari 1964. Kemudian oleh Pemerintah Pusat dan DPR RI, ditetapkanlah Undang- Undang Nomor 15 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Dairi dengan perubahan Undang-Undang Nomor 7 Drt. Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara.
Selanjutnya Juliawan menjelaskan berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1964 wilayah Kabupaten Dairi pada saat pembentukannya terdiri atas 8 kecamatan yaitu Kecamatan Sidikalang, Kecamatan Sumbul, Kecamatan Tigalingga, Kecamatan Tanah Pinem, Kecamatan Salak, Kecamatan Kerajaan, Kecamatan Silima Pungga-Pungga, dan Kecamatan Siempat Nempu.
“Setelah beberapa kali pemekaran Kecamatan dan Desa, maka sampai dengan saat ini wilayah administratif Kabupaten Dairi terdiri dari 15 Kecamatan, 161 Desa dan 8 Kelurahan,” ucap Juliawan mengakhiri pembacaan sejarah singkat pembentukan Kabupaten Dairi.
Saat ini,Kabupaten Dairi dipimpin Dr. Ir. Eddy Keleng Ate Berutu, M.A. (lahir 12 Januari 1960) merupakan Bupati Dairi ke-20 yang menjabat sejak 23 April 2019 lalu.Tim DP/Redaksi